Dana Zakat dan Peran Pemberdayaan

Rate this post

dakwatuna.com​Kemiskinan, merupakan salah satu persoalan ekonomi yang belum bisa di hindari oleh bangsa-bangsa di dunia ini. Tidak lain halnya dengan Negara Indonesia yang di sebut dengan Negara berkembang, kemiskinan masih berada dalam angka yang sangat besar, walaupun saat ini di kabarkan angka kemiskinan menurun 5% selama satu tahun berjalan. Kabar ini membuat Indonesia merasa cukup senang, apalagi jika penurunan angka kemiskinan  lebih besar dari itu.

Hendro Wibowo, dalam bukunya yang berjudul “Bianglala Ekonomi Islam” mengatakan bahwasanya perlu adanya bentuk keseimbangan kehidupan baru dalam menciptakan kondisi yang ideal. Biar tercapainya kehidupan sejahtera, harmonis dan tentram dalam menjalankan roda pemerintahan suatu Negara”. Beliau juga mengutip dari buku berjudul “Doktrin Ekonomi Islam” karya Afzalur Rahman, mengemukakan bahwa untuk mencapai keadilan ekonomi yang ideal dalam masyarakat, maka Islam menawarkan suatu gagasan di mana nilai atau usaha untuk menumbuhkan semangat di antara penganutnya berupa kesadaran (keyakinan) bahwa bantuan ekonomi kepada (dengan niat mencari keridhaan Allah semata) merupakan tabungan nyata dan kekal yang akan di petik hasilnya di hari akhirat kelak.

Sesuatu yang dimaksudkan di atas adalah Zakat, dimana Islam meletakkan zakat pada urutan ke 3 (tiga) dalam rukun Islam. Banyak Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang zakat, salah satunya dalam surah Al Baqarah :

“Dan dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat dan ruku’lah kamu beserta orang-orang yang ruku’.”(QS. Al-Baqarah: 43).

Pada masa Rasulullah SAW, sudah terbukti bahwa zakat menciptakan perekonomian yang seimbang, karena zakat tidak hanya mengedepankan keadilan tapi juga kemashlahatan. Dalam buku Muhammad Umar Chapra, An Introduction to Islamic Economics & Finance, Zakat juga termasuk dalam tujuan ekonomi Islam “Equitable Distribution Of Income”  bahwa Islam tidak membolehkan umat  muslim melampaui batas, karena itu Distribusi pendapatan harus merata.

Read More  Semakin Diakui Publik, BAZNAS Raih Dua Penghargaan TOP CSR Awards 2023

Abu bakar pernah berkata : “Demi Allah, kalau mereka menolak untuk membayar zakat kepadaku, meskipun hanya seharga tali unta, padahal dahulu mereka membayarkannya kepada Rasulullah , pasti aku akan memerangi mereka karena penolakan mereka itu”. Perkataan Abu Bakar ini membuktikan betapa pentingnya zakat untuk ditunaikan. Zakat berbeda dengan pajak, seperti yang sudah di bahas di atas, bahwa zakat termasuk dalam meratakan harta, di tarik dari orang-orang  yang wajib  berzakat dan zakat akan di berikan bagi orang-orang yang berhak menerimanya. Allah berfirman dalam surat At Taubah :

Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus zakat, paramu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.[6](QS. Al-Taubah: 60)Fungsi zakat pada awalnya adalah sebagai pemberian yang konsumtif (non produktif) pada orang-orang yang berhak menerimanya seperti yang sudah di jelaskan dalam surat At Taubah. Namun, melihat kondisi kemiskinan yang terjadi di Indonesia saat ini, zakat juga berfungsi sebagai pemberian yang produktif.

Alasan mengapa zakat boleh di salurkan sebagai pemberian produktif, Hendro Wibowo sangat jelas menerangkan dalam bukunya”Bianglala Ekonomi Islam” diantaranya sebagai berikut:

Pertama, dari sektor Pendidikan, hal ini di tujukan agar manfaat zakat lebih optimal. Dengan bertambahnya beasiswa yang tersedia, maka semakin besar pula kesempatan mengemas pendidikan bagi anak didik dari keluarga tidak mampu. Harapannya dengan pendidikan yang di dapat, mereka dapat mengaplikasikan ilmunya dan dapat bersaing di dunia global tanpa harus merasa termarjinalkan lagi. Dengan demikian akhirnya nanti mereka mampu mengangkat harkat dan derajat mereka, terlebih mampu mengatasi kesulitan ekonomi yang selama ini dideritanya.

Read More  BAZNAS Kampar Serahkan Bantuan untuk Korban Kebakaran Rumah di Desa Kumantan

Kedua, dari sektor pengembangan ekonomi produktif atau pemberian modal. Disamping faktor pendidikan, penyebab lain kemiskinan yang begitu terasa adalah ketiadaan modal untuk usaha. Oleh karenanya, harta zakat yang terkumoul dapat di salurkan ke lembaga-lembaga keuangan syari’ah atau langsung di tangani langsung oleh ‘amil dan di jadikan sebagai dana Qardh (qardhul hasan) yang diperuntukkan sebagai dana pinjaman bagi mustahiq untuk melakukan aktifitas usaha. Harapannya adalah dengan usaha tersebut mustahiq nantinya dapat menghidupi diri sendiri, dan dapat merubah statusnya kini menjadi muzakki.

Ketiga, bidang kesehatan dimana pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pada tahun 1948, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyepakati bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Perubahan pemahaman konsep sehat dan sakit beserta makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menggugurkan peradigma kesehatan lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitative digantikan paradigme pembangunan kesehatan baru, yaitu paradigme sehat yang bersifat proaktif.

Kita berharap dari ke tiga sektor ini, benar-benar mencapai tujuan yang sudah lama kita mimpikan bersama ,bukan hanya mengentaskan kemiskinan di negeri ini tapi juga meciptakan keadilan dan kesejahteraan ekonomi. Sehingga dapat mewujudkan tujuan syariah (maqashid syari’ah) dan secara otomatis kita menjalankan konsep Islam secara utuh. (dakwatuna.com/hdn)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2017/01/30/85269/dana-zakat-dan-peran-pemberdayaan/#ixzz4ZMsWoYyj
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*